twitter



Aku seperti terasa terdekap
Tiba sudah yang kutakutkan
Aku menyelamimu dengan hatiku yang kotor
Aku memiliki dosa kepadamu

Aku punya ransel betulisakan namamu di punggungku
Yang ku bawa setiap perjalanan
Aku punya buku yang bertulisakan namamu di otakku
Yang selalu kubawa bersama pena inspirasiku
Aku tak mengerti apa yang ada di benakku
Aku tak bisa bernafas lagi sekarang
Kau sudah meluruskan semuanya..

Aku selalu menuaikan rinduku
Seperti yang pernah aku katakan kepadamu
Aku tak pernah letih untuk mengitarimu
Tinggallah sejenak untukku

Dua kaki tak bisa kupasang lagi dalam ragaku
kenangkan itu...

Kau wanita muda histeris yang kupandang berbeda
Kau bukanlah mainan tapi kau dinding hatiku
Terlepas karatan itu juga karena kamu
Aku akan membawamu . .sumpah demi tuhan

Sekarang aku monster
Aku terlihat seperti monster untukmu..

Sepenuhnya kamu dalam untukku
Sekarang mungkin aku hina disetiap sudut yang kau langkah
Aku mengerti itu..
Aku hanya ingin mengatakan sebenarnya
Aku dusta tapi tak bisa kudustakan karena ini

Aku merekat seperti label
Aku bersyukur dan aku berjanji ini cukup
Harus apa aku ini
Aku gemetar lagi , aku menetes lagi.
Aku menyelam sekarang, tanpa pelampung sekarang
Ini bukan ego bahwa aku mencintaimu..



Aku membentuk sebuah tataan nyata yang kuhidupkan
Dia membuat tataan itu semakin rapi.. ya.. semakin rapi
Aku gugup untuk berjalan dalam variasinya
Dia tak mungkin mengikutinya... aku tau itu.

Aku ingin mengangkatnya sendiri
Dan aku akan mencari untuk kita,
Agar nanti kita melihat cerita kita berdua
Diatas sofa kecil dalam layar hidup kita

Dan seseorang yang tak lain seperti dia akan kuceritan juga
Yang padamnya tak pernah gelap
Yang gelapnya juga menghantui jejak hidup

Aku ingin Menyentuhmu dalam balik almari kaca
Seperti memberi Aba yang tak pernah sirna
berkedip tanpa celah kehilangan angan
Menatap dengan sedikit mata minus

Semua...

Kuyakin menetes secara bergantian
Dibilik jantung tak bisa diusap hanya dirasa
Dingin sedingin Kutup utara
Kau Menaunginya Dirasa Sirna. . .



Salahkah Ayah Dalam ini yang ada
Ayah Kau tau segalanya
Ayah luapan ini memohon kepadamu
Maafkan...

Tak Sepetak yang ada ayah
Kau mesti Mengerti ini
Aku Berkeringat Karna dia
Karena Mutiaramu...

Hentakan ingatan ini serenatak
Ayah Aku dengar kelabu dari sana
Kau menghentak seperti masuk ke dalamnya rongga..

Aku melihat dunia takpernah padam
tak padam karna bingkaimu
aku serius ayah
Maafkan...

Kau Ingin sekali menamparku
Sepintas kau lihat kado darimu tak terbungkus,
bantal-bantal nya sudah terasa kusam
ayah... Maafkan..

Lihat Kita. . lihat dia ayah. . Aku berdosa.. 
Darimu yang dimensi hatimu mengantar ini
Aku tau. . ya ini Bukan Kompendium...
Ini seperti Doktrin..

Ayah Dogma yang kau lihat kusam
Tapi yang kau rasa pasti berbeda
Aku salah dan benar ini terasa ayah..
Aku mengerti. .

Mungkin Aku tak sanggup Ayah
Nanti Aku kau penghuni, kita semua penghuni..
Rasakan saat kita nanti...
Dunia memang seperti ini
Takkan sanggup dunia mengerti ini...

Ayah sekali ini kau lihat aku . . Maafkan...